Kamis, 27 November 2014

Kolonial Coffee Sidoarjo

Kolonial Kopi Sidoarjo
Ingin menikmati ragam Kopi Nusantara tapi dengan harga yang miring? Bagi penikmat kopi, jika berkunjung ke Kota Sidoarjo sempatkanlah mampir di Warung Kopi Kolonial. Warung kopi ini berada di pusat kota Sidoarjo dekat dengan alun-alun kota. Rute dari alun-alun kota Sidoarjo ke arah barat memasuki pintu masuk Perumahan Bluru Permai dan saat memasuki jalan pavingan yang cukup lebar, depan SD Sidoklumpuk Sidoarjo. Warung Kopi Kolonial buka setiap hari dari pukul 18.00 WIB – sampai malam hari.
Warung Kopi sederhana tapi memberikan sensasi berbeda
Menu daftar harga
Biji kopi sudah digoreng
Ragam kopi nusantara disini yang tersedia adalah Kopi Aceh Gayo, Mandailing, Medan, Bali Kintamani, Bengkulu, Wonosobo, Flores Bajawa, Toraja Kalosi, Papua, Sunda, dan Gunung Arjuno. Minuman lain juga tersedia disini, jadi tidak perlu khawatir mengajak teman namun tidak penikmat kopi. Tiap warung kopi memiliki keunikan sendiri, di Warung Kopi Kolonial ini saat memesan kopi maka akan disajikan pula dua keping biskuit sebagai peneman kopi. Ohya, di warung ini kopi nusantara yang tersedia masih berbentuk biji kopi yang sudah digoreng, jadi saat ada pembeli maka kopi pesanan baru akan digiling, jadi kita dapat melihat langsung prosesnya. Selesai digiling, biji kopi yang sudah halus di taruh di kantong kertas coklat sebagai penyaring barulah ditunagi air panas sekalian disaring.
Suasana warung kopi Kolonial
Menyaring kopi yang sudah digiling
Kopi yang saya pesan adalah Toraja Kalosi, kopi arabica ini cukup kuat dengan rasa asamnya, harum aromanya dan rasa pahitnya juga mendominasi selain rasa asam yang kuat. Disana disediakan gula, sehingga kita dapat memperkirakan sendiri sesuai selera tingkat kemanisan yang diinginkan. Sebagai tambahan, kopi Indonesia masuk peringkat lima besar di dunia, dimana peringkat pertama adalah Jamaica, kedua adalah Hawaii, ketiga adalah Toraja Kalosi, keempat Mandailing Sumatera, dan yang kelima adalah Javabica (Soenarto, 2011).
Inilah Kopi Toraja Kalosi saya
Selain Warung Kopi Kolonial, masih banyak warung kopi yang memiliki keunikan sendiri salah satunya Warung Kopi Hik dengan arang panas sebagai campuran wedang kopi, menarik bukan? Insyallah akan saya ulas Kopi Hik Arang Hitam Sidoarjo di lain kesempatan.

Banjir Kopi Cak Wang Banyuwangi

Inilah kopi banjir Cak Wang
Setelah kenyang dengan Nasi Tempong karena esok pagi kami sudah balik ke Surabaya, kami sempatkan ngopi bareng sebagai acara perpisahan. Warung Kopi Cak Wang kami pilih sebagi tempat jagongan. Suasana yang dihadirkan cukup asik, khas anak muda jaman kini tapi dengan harga yang miring. Yang terkenal dari warung kopi ini adalah Kopi Banjir. Kami semua akhirnya memesan Kopi Banjir kecuali Maya karena gak doyan kopi dan memesan Taro Float.

Kopi Banjir dan Taro Float sama-sama dibanderol 8 Ribu Rupiah. Taro Float adalah minuman milk shake rasa talas dan diberi toping float vanila diatasnya. Sedangkan Kopi Banjir ini unik, gelas yang sudah diberi es batu, disiram dengan kremer kental lalu diatasnya diberi semacam gelas alumunium kecir yang ada saringannya, sehingga kopi dapat disaring tetes demi tetes turun ke gelas dibawahnya, dimaksudkan agar ampas kopi tidak bercampur ke dalam es. Cukup lama saya menunggu semua isi kopi dari gelas aluminuim untuk turun ke dalam es dibawahnya, sangat menarik dicoba, menurut saya sangat asik menikmati kopi dengan gaya yang berbeda.
Foto perpisahan

Nasi Tempong Banyuwangi

Foto dari andrelanjalan.com
Sepulang dari Taman Nasional Baluran, kami sempatkan mampir mencicipi Nasi Tempong makanan khas kota Banyuwangi. Kondisi perut benar-benar lapar sehingga saya lupa untuk mengabadikannya dalam foto hehehe. Saya kali itu memesan Nasi Tempong dengan lauk pepes pindang. Nasi Tempong berisi nasi putih, rebusan berbagai mascam sayur serta kemangi, goreng tempe, dadar jagung dan sambal terasi yang super pedas. Inilah asal mula dari julukan Nasi Tempong karena dalam bahasa Osing, tempong berarti tampar dalam bahasa Indonesia. Dinamai demikian karena rasa super pedas dari sambal sehingga menyebabkan perasaan seperti ditampar. Nasi Tempong yang saya pesan dihargai 8 Ribu Rupiah cukup murah dengan nasi dan lauk yang meriah di atasnya.

Baluran Africa van Java

Foto bersama di padang savana
31 Agustus 2014, kami tidak jadi pulang karena kalu tidak sekalian ke Baluran sangat eman sekali. Setelah sarapan kami siap-siap menyiapkan apa saja yang perlu dibawa. Perjalanan dari pusat kota Banyuwangi kami tempuh selama +- 2 jam hingga akhirnya kami sampai di pintu gerbang Taman Nasional Baluran. Masih pagi, pukul 08.00 WIB kami tiba disana. Di bagian informasi kami dipersilahkan mengisi buku tamu dan membayar retribusi. Lalu dipersilahkanlah kami untuk melanjutkan petualangan di Taman Nasionala Baluran.

Bulan Agustus menurut informasi yang saya dapat adalah bulan yang tepat untuk mengunjungi Taman Nasional Baluran, karena pada bulan ini musim kemarau sedang datang dan padang savana ala Afrika akan memanjakan mata kami selama menjelajah Taman Nasional Baluran. Dari pos informasi lalu mulai kami memasuki hutan yang cukup rimbun, meskipun musim kemarau ternyata disini cukup banyak tumbuhan-tumbuhan yang masih hijau, inilah Evergreen Area. Disini kami melihat ada Ayam Hutan, Burung Merak, dan Rusa namun kami tak dapat mengabadikannya karena sudah keburu kabur duluan mendengar suara derum kendaraan kami.
Kumpulan rusa dan banteng yang menyebrang jalanan kami
Entah mengapa moyet ini berkumpul di pohon tak berdaun
Sekitar 10 Km kami lalui sampailah di Bekol, disini kami dapat melihat Taman Nasional Baluran di atas ketinggian dengan menaiki menara pandang. Tidak hanya padang rumput savana yang kami lihat, tapi pemandangan Gunung Baluran di sebelah barat dan kawanan moyet yang berada disekitar menara pandang. Di Bekol, ada kumpulan kerangka kepala banteng yang dipajang inilah maskot Taman Nasional Baluran. Tapi menurut informasi yang saya dapat, banteng jawa yang menjadi maskot ini semakin diambang kepunahan sejak ditanami pohon akasia dan kawanan banteng banyak yang mati akibat memakan daunan pohon akasia ini.
Bekol
Kerangka Kepala Banteng Jawa
Pengunjung dilarang merusak savana

Saya candid :p
Setelah dimanjakan dengan padang savana, Taman Nasional Baluran juga memiliki pantai. Bama nama pantai ini, kami dimanjakan dengan pasir putih dan batuan karang hitam disepanjang pantai. Di Pantai Bama ini kami semakin sering bertemu dengan kawanan monyet, dan dari cerita Mas Pendik jangan meletakkan benda apalagi makanan sembarangan nanti bisa diambil si monyet, tepatnya dirampas. Di Pantai Bama, sudah disediakan kantin, toilet dan tempat sholat jadi tak perlu khawatir akan kelaparan dan tidak bisa sholat di tengah hutan ini.
Pantai Bama
Berpose dipinggiran pantai