Selasa, 25 November 2014

Blawan Air Panas dan Air Terjun yang Menghujam Tanah

Air Terjun Blawan

Badan terasa capek semua setelah mendaki, Wiu mengusulkan untuk mampir ke pemandian air panas Blawan, ada air terjunnya juga ujar Wiu semanagat. Kami yang sudah loyo, hanya mengangguk mengiyakan di sisa-sisa tenaga penghabisan. 
Saya ambil esjava.com karena tidak jepret disini
Sesampainya di pemandian, saya dan Wiu langsung nyemplung berharap kawan-kawan yang lain ikut nyemplung juga. Tapi hanya Mas Pendik yang ikut nyemplung. Pemandian air panas ini terdiri dari dua kolam, kolam pertama diisi air panas langsung dari paralon yang bersumber dari air panas yang penuh kandungan belerang. Kolam yang kedua adalah air buangan dari kolam pertama, sehingga airnya tidak begitu panas alias suam-suam kuku. Air panas yang mengandung belerang ini berkasiat untuk menghilangkan pegal-pegal sekaligus penyakit kulit. Dan memang benar, pegal-pegal yang saya rasakan dari pendakian tadi telah hilang. Setelah mentas dari kolam, kami makan mie instan bersama-sama di warung dekat pemandian.

Tidak jauh dari tempat pemandian Air Panas Blawan terdapat Air Terjun Blawan dengan berjalan sejauh 500 meter kemudian membayar karcis 1500/orang dan menaiki tangga yang cukup tinggi diantara dua tebing selama 5 menit kemudian menuruni tangga 5 menit juga. Barulah kami sampai di Air Terjun Blawan.
Air Terjun Blawan suara airnya menakutkan
Air terjun ini debit airnya sangat deras, dan hanya dapat dilihat dari arah samping tidak seperti air terjun kebanyakan yang dapat dilihat dari arah depan. Yang unik dari air terjun ini adalah muara alirannya yang langsung masuk ke terowongan atau sungai bawah tanah. Muara air terjun ini akan berakhir di daerah Asembagus Situbondo. Tak lupa untuk mengabadikan momen, kami pun berfoto ria.
Meski capek tetap senyum

Kawah Ijen

Mendaki Gunung Ijen

Kukuruyuk kukuruyuk kukuruyuk...
Bunyi alarm membangunkan tidur saya, pukul 23.00 saya melihat di layar handpone saya. Hanya 2 jam ternyata kami tidur, karena tadi sampai rumah Wiu pukul 21.00. Mata ini rasanya enggan untuk dibuka, namun tuntutan jadwal. Karena kalau tidak berangkat dari rumah Wiu pukul sebelas, nanti gak dapet Blue Fire nya lho ujar Mas Pendik. Kopi kalengan pun jadi solusi kami untuk membuka mata. 

Berangkat dari pusat kota Banyuwangi ke Paltuding kami tempuh 2 jam perjalanan menggunakan mobil. Di Paltuding kami melapor pendakian ke petugas PHPA, dengan membayar 35 Ribu Rupiah untuk rombongan kami berjumlah 7 orang. Gelap malam dengan bintang-bintang menemani pendakian saya, track pendakian ini masih dari tanah sehingga apabila musim hujan pastilah licin, untung saja saat itu tidak musim hujan. Pendakian cukup melelahkan, namun gelap malam meringankan beban mental kita bahwa sesungguhnya kami mendaki dan disamping-samping kami adalah jurang. Sampai pos Pondok Bunder kami istirahat sejenak namun tidak terlalu lama, karena bisa-bisa malah nanti kedinginan apabila terlalu banyak duduk diam. Sepuluh menitan kami istirahat dan melanjutkan pendakian.
Istirahat di Pos Bunder
Kawah Ijen ini terletak di puncak Gunung Ijen di wilayah Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi dan Kecamatan Klobang, Kabupaten Bondowoso. Kawah Ijen berada di ketinggian 2.368 mdpl, ditengah-tengah terdapat kaldera yang berukuran 20 kilometer. Sedangkan ukuran kawahnya sendiri, 960 meter x 600 meter dengan kedalaman 200 meter. Kawah Ijen adalah kawah terasam sedunia, tingkat keasaman mendekati nol suhu kawah 200 derajat celcius sehingga dapat meleburkan tubuh manusia dengan cepat. Jarak dari kawah ke atas dinding kaldera 300 meter. Kami hanya menyaksikan dari atas saja, karena bau belerang sudah sangat menyengat hidung kami dan terlalu berbahaya apabila menuruni dinding kaldera.
Istirahat sambil makan bekal
Jam di layar handpone sudah menunjukkan pukul 05.30 matahari malu-malu mulai muncul tapi kabut tebal tetap menyelimuti. Karena cahaya mentari sudah muncul perlahan, sehingga kami pun bersiap-siap foto dong hehehe. Sambil menunggu kabut tebal yang masih menyelimuti kawah, kami habiskan waktu untuk berfoto ria bersama sang surya yang beranjak naik.
Kabut masih tebal
Menunggu kabut hilang di atas dinding kaldera
Wisatawan asing kami ajak foto bersama

Chesee :)


Masih pagi tapi kami harus turun
Ternyata belerang bisa dijadikan souvenir

Setengah jam sudah kami menunggu kabut tak juga hilang, masih bergeming menyelimuti kawah. Apalagi ada teman kami yang kurang fit, akhirnya kami putuskan untuk turun meskipun belum menyaksikan keindahan kawah ter-asam sedunia, Kawah Ijen.
Pondok Bunder
Penambang menimbang belerang
Di Pondok Bunder ini, ternyata tempat menimbang belerang yang diangkut para penambang. Dan perkilo belerang dihargai enam ratus perak. Padahal perjuangan penambang belerang ini penuh perjuangan, kesehatan bahkan hidup mereka dipertaruhkan. Tapi apadaya mereka hanya bisa menambang dan terus menambang dan memikulnya untuk mencari uang demi keluarga mereka.
Bule yang mencoba memikul puluhan kilo belerang dalam keranjang
Dalam perjalanan turun, kami melihat bule yang mencoba memikul belerang tetapi tidak kuat hehehe. Dan kami terus melanjutkan turun meskipun kami belum menyaksikan keindahan Kawah Ijen secara langsung, tetapi kami sangat puas karena sudah mendaki Gunung Ijen hahaha. Bila diberi kesempatan oleh sang pencipta, mungkin lain waktu saya akan mendaki ke Kawah Ijen sekali lagi :) Amin.