|
Mendaki Gunung Ijen |
Kukuruyuk
kukuruyuk kukuruyuk...
Bunyi alarm
membangunkan tidur saya, pukul 23.00 saya melihat di layar handpone saya. Hanya
2 jam ternyata kami tidur, karena tadi sampai rumah Wiu pukul 21.00. Mata ini
rasanya enggan untuk dibuka, namun tuntutan jadwal. Karena kalau tidak
berangkat dari rumah Wiu pukul sebelas, nanti gak dapet Blue Fire nya lho ujar
Mas Pendik. Kopi kalengan pun jadi solusi kami untuk membuka mata.
Berangkat
dari pusat kota Banyuwangi ke Paltuding kami tempuh 2 jam perjalanan
menggunakan mobil. Di Paltuding kami melapor pendakian ke petugas PHPA, dengan
membayar 35 Ribu Rupiah untuk rombongan kami berjumlah 7 orang. Gelap malam
dengan bintang-bintang menemani pendakian saya, track pendakian ini masih dari
tanah sehingga apabila musim hujan pastilah licin, untung saja saat itu tidak
musim hujan. Pendakian cukup melelahkan, namun gelap malam meringankan beban
mental kita bahwa sesungguhnya kami mendaki dan disamping-samping kami adalah jurang.
Sampai pos Pondok Bunder kami istirahat sejenak namun tidak terlalu lama,
karena bisa-bisa malah nanti kedinginan apabila terlalu banyak duduk diam.
Sepuluh menitan kami istirahat dan melanjutkan pendakian.
|
Istirahat di Pos Bunder |
Kawah
Ijen ini terletak di puncak Gunung Ijen di wilayah Kecamatan Licin, Kabupaten
Banyuwangi dan Kecamatan Klobang, Kabupaten Bondowoso. Kawah Ijen berada di
ketinggian 2.368 mdpl, ditengah-tengah terdapat kaldera yang berukuran 20
kilometer. Sedangkan ukuran kawahnya sendiri, 960 meter x 600 meter dengan
kedalaman 200 meter. Kawah Ijen adalah kawah terasam sedunia, tingkat keasaman
mendekati nol suhu kawah 200 derajat celcius sehingga dapat meleburkan tubuh
manusia dengan cepat. Jarak dari kawah ke atas dinding kaldera 300 meter. Kami
hanya menyaksikan dari atas saja, karena bau belerang sudah sangat menyengat
hidung kami dan terlalu berbahaya apabila menuruni dinding kaldera.
|
Istirahat sambil makan bekal |
Jam di layar handpone sudah menunjukkan pukul
05.30 matahari malu-malu mulai muncul tapi kabut tebal tetap menyelimuti.
Karena cahaya mentari sudah muncul perlahan, sehingga kami pun bersiap-siap
foto dong hehehe. Sambil menunggu kabut tebal yang masih menyelimuti kawah,
kami habiskan waktu untuk berfoto ria bersama sang surya yang beranjak naik.
|
Kabut masih tebal |
|
Menunggu kabut hilang di atas dinding kaldera |
|
Wisatawan asing kami ajak foto bersama |
|
Chesee :) |
|
Masih pagi tapi kami harus turun |
|
Ternyata belerang bisa dijadikan souvenir |
Setengah
jam sudah kami menunggu kabut tak juga hilang, masih bergeming menyelimuti
kawah. Apalagi ada teman kami yang kurang fit,
akhirnya kami putuskan untuk turun meskipun belum menyaksikan keindahan kawah
ter-asam sedunia, Kawah Ijen.
|
Pondok Bunder |
|
Penambang menimbang belerang |
Di Pondok
Bunder ini, ternyata tempat menimbang belerang yang diangkut para penambang. Dan
perkilo belerang dihargai enam ratus perak. Padahal perjuangan penambang
belerang ini penuh perjuangan, kesehatan bahkan hidup mereka dipertaruhkan. Tapi
apadaya mereka hanya bisa menambang dan terus menambang dan memikulnya untuk
mencari uang demi keluarga mereka.
|
Bule yang mencoba memikul puluhan kilo belerang dalam keranjang |
Dalam perjalanan turun,
kami melihat bule yang mencoba memikul belerang tetapi tidak kuat hehehe. Dan kami
terus melanjutkan turun meskipun kami belum menyaksikan keindahan Kawah Ijen
secara langsung, tetapi kami sangat puas karena sudah mendaki Gunung Ijen
hahaha. Bila diberi kesempatan oleh sang pencipta, mungkin lain waktu saya akan
mendaki ke Kawah Ijen sekali lagi :)
Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar