Sumber: Gramedia Pustaka Utama |
Betapa hebatnya kekayaan alam
yang dimiliki Indonesia, dan sudah sewajarnya jika Indonesia tak hanya
mengandalkan sumber daya alam saja sebagai sumber pendapatan. Kenapa? Karena
cepat atau lambat, semua itu akan habis. Kondisi ini tentunya bertolak belakang
dengan industri pariwisata yang tak akan lekang oleh waktu dan tetap menjadi
simbol dari sebuah negara.Itulah mengapa banyak negara di dunia ini yang
semakin serius menggarap sektor pariwisatannya.
Bab 1 – Satu Miliar Kesempatan
“Tourism contributes to the succes of the American and world
economies...”
Ucapan Presiden Amerika Serikat
(AS) itu memang bukanlah isapan jempol belaka. Ketika sebuah negara mengalami
kemunduran dalam perekonomiannya, sedikit banyak sektor pariwisata menjadi
salah satu sektor yang bisa menjadi penopang.
Tentunya bukan tanpa alasan
mereka menggarap industri pariwisata ini. Menurut hitungan UNWTO, sektor
periwisata bisa memberikan kontribusi sebesar 9% pada Produk Domestik Bruto
(PDB) sebuah negara. Bentuknya pun beragam, mulai dari investasi, baik secara
langsung, tidak langsung, atau efek domino lainnya.
Bab 2 – Raksasa yang Tertidur
Nilai lebih yang melekat pada
sebuah barang menjadi tidak berarti ketika Anda tidak bisa memasarkan produk
tersebut. Kecanggihan, keindahan, hingga berbagai nilai yang melekat tidak akan
diketahui oleh konsumen. Hukum alam dalam dunia bisnis juga berlaku pada
industri pariwisata.
Menurut hitungan World Bank,
negara maju adalah mereka yang memiliki PDB lebih dari US$12.276 per kapita. Sedangkan
untuk negara berkembang memiliki pendapatan per kapita US$3.976 hingga US$12.275. Tak hanya negara maju dan berkembang,
sejumlah negara Islam di dunia semakin gencar melakukan promosi terhadap
industri pariwisatannya.
Nah, jika kita lihat sekali lagi,
tampak bahwa negara maju, negara berkembang, hingga negara Islam semakin serius
menggarap industri pariwisatanya. Mereka tidak ragu untuk menentukan positioning, melahirkan diferensiasi,
dan melakukan strategi branding agar
berbagai kekayaan alam dan pariwisatanya tersiar didunia luar. Hal inilah yang
juga harus diikuti oleh Indonesia yang tentunnya tidak kalah dalam hal kekayaan
alam dan objek pariwisata yang dimilikinya. Industri pariwisata Indonesia yang
seakan menjadi surga yang hilang haruslah menjadi perhatian wisatawan
mancanegara. Kenapa? Karena surga adalah tujuan semua orang. Dan, pariwisata
Indonesia adalah salah satunya.
Bab 3 – Harta yang Terpendam
Menurut hitngan World Economic
Forum posisi daya saing pariwisata Indonesia semakin membaik dan kini berada di
peringkat 70. Namun ada beberapa catatan yang diberikan, dan poin-poin tersebut
harus mendapatkan perhatian yang intensif, antara lain urusan kesehatan dan
higenis, infrastruktur, serta fasilitas Information,
Communication, and Technology (ICT). Harus diakui poin-poin itu memberikan
kekhawatiran bagi wisatawan yang berkunjung ke Indonesia.
Padahal, di satu sisi, Wolrd Economic Forum memberikan nilai
lebih pada daya saing harga, prioritas kepariwisataan, dan sumber budaya dan
kekayaan alam. Tentunnya amat disayangkan jika segala nilai lebih itu tertutup
oleh ketiga masalah tadi, yang sebenarnnya bisa kita atasi dan selesaikan.
Bab 4 – Tantangan Kepariwisataan di Indonesia
Tentang teori pembelian 5A: Aware, Appeal, Ask, Act, dan Advocate
dan bila dikaitkan dengan dunia pariwisata Indonesia maka ini akan memiliki
pengaruh yang besar. Namun ada tantangan klasik pariwisata yang harus
diselesaikan, yaitu infrastruktur, SDM dan pelayanan, sinergi kebijakan, serta
pemberdayaan masyarakat.
Bab 5 – Sejarah Kepariwisataan Indonesia
Pada tahun 1872 Thomas Cook
sebagai Arsitek atau Bapak Kepariwisataan Modern telah mempelopori era
kepariwisataan modern di dunia. Pada periode waktu yang sama, kepariwisataan
modern juga berkembang di wilayah Nusantara yang saat itu berada di bawah
Pemerintahan Hindia Belanda yang membatasi kunjungan wisatawan asing. Meski ada
batasan, ada beberapa wisatawan non-Belanda, Eliza Ruhamah Scidmore dan menulis
buku berjudul Java, The Garden of The
East. Ada juga Eduard douwes Dekker yang menyebut Nusantara sebagai Untaian Zamrud Khatulistiwa. Sehingga
banyak wisatawan asing yang ingin menjadikan Indonesia sebagai tujuan wisata. Pada
tahun 1910, kepedulian Pemerintah Hindia Belanda mulai tampak. Peningkatan
wisatawan asing ini mendorong pengembangan sarana transportasi dan akomodasi.
Sampai akhirnya, pada saat Jepang masuk ke Indonesia semua kegiatan
kepariwisataan terhenti.
Setelah Republik Indonesia
berdiri dan Jepang angkat kaki, Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta
mulai memberikan perhatian pada kepariwisataan yang masuk dalam Era Orde Lama. Di
Era Orde Baru, kepariwisataan di Indonesia bisa dikatakan sangat dipengaruhi
oleh dinamika sosial dan politik yang berkembang. Optimisme dalam dunia
pariwisata semakin menguatkan perhatian pemerintah dengan diterimanya para
peserta lokakarya oleh Presiden Soeharto. Karena melihat adanya potensi untuk
menjadikan sektor kepariwisataan sebagai sumber penghasil devisa kedua terbesar
setelah sumber daya alam.
Kepariwisataan mulai menjadi
primadona setelah tahun 1983. Salah satu kebijakan yang sangat penting adalah
Keppres No. 15 Tahun 1983 yang mengatur mengenai pembebasan visa bagi wisatawan
asing yang berkunjung ke Indonesia. Sejak adanya keppres ini, jumlah wisatawan
yang datang melonjak signifikan.
Era Reformasi, menjadi sebab
perubahan peta politik yang mendasar setelah jatuhnya Presiden Soeharto juga
berp[engaruh besar pada dunia pariwisata di Indonesia. Pengalokasian APBD yang
tidak besar serta posisi Kepala Dinas Pariwisata Daerah juga dianggap sebagai
keranjang sampah untuk pejabat yang tidak berprestasi. Akibatnya, pariwisata
sempat terpuruk dimasa transisi politik di negeri ini.
Ketika terjadi reshuffle di periode kedua pemerintahan
Susilo Bambang Yudhoyono, struktur kementerian dibuat Menparekraf (Mari Elka
Pangestu) dan dibuat pula Wakil MENTERI Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Sapta
Nirwandar). Salah satu pertimbangan memasukkan ekonomi kreatif karena juga
mampu mendatangkan wisatawan asing maupun lokal.
Building WOW Indonesia Tourism and Creative Industry |
Bab 6 – Menjaga Integritas Bangsa Lewat Kreativitas Berbasis Budaya
Namun, dalam perkembangannya,
pemanfaatan budaya untuk sektor pariwisata terdapat pro dan kontra. Pihak
kontra berpendapat bahwa kedatangan wisatawan dapat merusak keaslian atau
keutuhan hayati suatu produk budaya. Sedangkan pihak yang pro berpendapat
justru pariwisata dapat memperkuat kebudayaan karena terjadinya proses yang
disebut involusi kebudayaan (cultural
involution).
Budaya dan kearifan lokal menjadi
salah satu pilihan strategi budaya untuk meminimalisasi dampak globalisasi dan
bahkan menjadi counter culture
dominasi pop culture. Selanjutnya,
dalam melaksanakan pelestarian budaya terdapat 3 elemen penting yang saling
memiliki keterkaitan, yaitu perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan.
Pariwisata budaya terbukti mampu
untuk menggabungkan seluruh aspek seni, budaya dan teknologi. Selain itu, jati
diri bangsa Indonesia akan terangkat dengan berbagai produk dan destinasi
pariwisata yang khas tersebut.
Bab 7 – Turisme Minat Khusus
Sebagai bangsa yang besar,
Indonesia memiliki banyak hal untuk ditawarkan sebagai destinasi pariwisata.
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf) pun membagi pariwisata di
Indonesia dalam kategori turisme minat khusus yang terdiri atas tujuh sektor. Ketujuh
turisme minat khusus tersebut adalah wisata budaya dan sejarah, wisata alam dan
ekowisata, wisata olahraga rekreasi, wisata kapal pesiar, wisata kuliner dan
belanja, wisata kesehatan dan kebugaran, serta wisata pertemuan, insentif,
konvensi, dan pameran (MICE).
Bab 8 – Pariwisata dan Industri Kreatif
Sejatinya, pengembangan ekonomi
kreatif perlu dilakukan dengan melibatkan tiga unsur penting yang disebut
dengan The Triple Helix yang terdiri
dari kaum intelektual, pelaku bisnis, serta pemerintahan. Parekraf sangat
menyadari besarnya peran teknologi informasi dalam rangka pembangunan
pariwisata dan ekonomi kreatif, sehingga ada dua poetal yang menjadi pusat
informasi indonesia.travel dan indonesiakreatif.net maka semua pemangku
kepentingan, termasuk juga The Triple
Helix, dapat terlibat dalam membangun dan mengembangkan pariwisata dan
ekonomi kreatif Indonesia.
Bab 9 – Investasi dan Bisnis Wisata
Parekraf tidak dapat bergerak
sendiri dalam mengembangkan pariwisata dan ekonomi kreatif. Dibutuhkan kerja sama
dengan berbagai pihak untuk memenuhi berbagai kebutuhan, baik sarana,
prasarana, hingga modal operasional, yang diperlukan. Minat yang besar tidak
hanya ditunjukkan oleh para pemain yang berskala internasional, namun juga
nasional.
Para domestik biasanya masuk ke bisnis perhotelan dengan membangun budget hotel. Disamping hotel dan restoran, pertumbuhan investasi di sektor pariwisata juga disumbang oleh jasa perjalanan wisata.
Para domestik biasanya masuk ke bisnis perhotelan dengan membangun budget hotel. Disamping hotel dan restoran, pertumbuhan investasi di sektor pariwisata juga disumbang oleh jasa perjalanan wisata.
Bab 10 – Jurus Pemasaran Turisme 3.0
Dalam membangun turisme, para
pemasar sebaiknya juga memerhatikan tiga subkultur yang menjadi roda penggerak
lanskap bisnis dan lanskap lain dalam kehidupan ini. Ketigannya adalah anak
muda (Youth), perempuan (Women), dan pengguna internet (Netizen).
Setelah itu, mengacu pada konsep Marketing 3.0 – pemasaran yang mengedepankan
nilai-nilai dan human spirit. Lalu Marketing 2.0 yang berorientasi pada
konsumen (consumer oriented). Dan ketiga Marketing 1.0 – pemasar yang berfokus
pada produk (product centric).
Bab 11 – Strategi Besar: Kebijakan Tak Biasa
Untuk menciptakan pariwisata yang
luar biasa, kementerian menggunakan bingkai pemikiran tahap turisme kreatif,
yakni tahap OK, tahap AHA, dan tahap WOW. Serta memperhatikan enam elemen besar
kebijakan strategis dalam pengembangan turisme di Indonesia kedepannya yaitu
destinasi, infrastruktur, pemasaran, sumber daya manusia, kepemerintahan dan
investasi.
Bab 12 – Terobosan dan Inovasi Baru
Salah satu potensi wisata yang
masih perlu dioptimalkan di Indonesia adalah turisme yang berbasis alam (eco based tourism), sehingga perlu
pengembangan elemen-elemennya meliputi flora fauna, wisata pulau-pulau kecil, archipelagic cruise, wisata air, wisata
gunung.
Selain itu, turisme berbasis religi
juga menjadi salah satu terobosan untuk mendongkrak pariwisata Indonesia.
Pembangunan pusat industri film, membangun duplikat istana-istana kerajaan
zaman dulu, mengenang kembali kebudayaan dan menggelar festival daerah, membuat
ikon daerah, kampanye tokoh Nusantara lewat film animasi, integrasi paket-paket
wisata, layanan visa antarnegara, insentif untuk pembuatan film bertema
seni-budaya nasional, pembuatan institusi independen sebagai agen budaya,
keringanan pajak untuk turis, bangun pusat pelatihan dan pengembangan nilai
tambah produk wisata. Demikian beberapa inovasi yang dibutuhkan agar layanan
turisme di Indonesia menjadi lebih optimal.
Salam WOW!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar